When Film Becomes A Mirror of Life: Understanding the Powerful Message in Tuhan Izinkan Aku Berdosa

Tuhan Izinkan Aku Berdosa

Salah satu film yang menjadi sorotan utama dan paling dinantikan oleh para penonton dan penikmat film dalam festival Jakarta Film Week 2023 adalah film Tuhan Izinkan Aku Berdosa karya sutradara Hanung Bramantyo. Film ini menghiasi layar CGV Grand Indonesia pada Jumat, 27 Oktober 2023 sementara tanggal rilis secara resminya sendiri masih menunggu kepastian. 

Film ini merupakan hasil adaptasi dari novel fenomenal berjudul serupa, yaitu Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan yang pernah dibaca oleh Hanung Bramantyo pada tahun 2003. Menyemai inspirasi dalam kisah yang terdapat di lembaran-lembaran novel tersebut, Hanung Bramantyo memiliki tekad kuat untuk mengangkat cerita ini ke layar lebar dengan dimensi visual dan naratif yang lebih luas. Dengan bakatnya sebagai sutradara, ia mampu menghadirkan kisah yang kompleks dengan kedalaman emosi dan pesan yang kuat. 

Saat diputar di Jakarta Film Week, suasana penonton tampak sangat khusyuk dan terhanyut dalam alur cerita yang disajikan. Mereka terpaku pada layar lebar untuk mengikuti perjalanan karakter utama, Kiran, dalam konflik batin dan hubungannya dengan Tuhan. Film ini sukses menciptakan gelombang emosi di antara penonton dan menciptakan momen yang mendalam dan tak terlupakan. 

Hanung mengungkapkan bahwa alasan ia memberikan judul Tuhan Izinkan Aku Berdosa, karena ia tidak ingin mengambil ujung cerita yang sama dari novel tersebut dan yang ada di film tidak sepenuhnya berasal dari film karena terdapat pemilihan fokus cerita, pengembangan karakter, penambahan elemen-elemen visual, dan perubahan dalam struktur naratif. 

Salah satu motivasi yang kuat bagi Hanung dalam pembuatan film Tuhan Izinkan Aku Berdosa, adalah keinginannya untuk mengangkat isu tentang bagaimana agama sering digunakan sebagai senjata dan untuk menjustifikasi tindakan menyimpang mereka. Dengan memperhatikan bagaimana masalah ini juga dapat dipicu oleh literasi yang buruk dalam hal memahami dan mengakses informasi, ia menyoroti bahwa ayat pertama dari Al-Quran yang diturunkan adalah “Iqra” yang berarti “bacalah.”

Pesan ini menggarisbawahi pentingnya literasi, pengetahuan, dan pemahaman yang mendalam sebagai fondasi dalam memahami agama. Dalam era informasi modern, di mana berita palsu dan informasi yang tidak benar dapat dengan mudah menyebar, Hanung ingin menyampaikan pesan bahwa masyarakat harus berkomitmen untuk memahami ajaran agama mereka dengan benar dan tidak sekadar mengikuti ustadz atau pemimpin agama tanpa pemahaman yang kuat. 

Cut Fatimatuzzahra | Nanda Hadiyanti