Community: Darah, Air Mata dan Kursi Bioskop Berdebu: Film Eksploitasi di Indonesia

Deskripsi

Darah, Air Mata dan Kursi Bioskop Berdebu: Film Eksploitasi di Indonesia

15 October 2022, 14.45 – 16.15 WIB

Film-film eksploitasi dikenal dengan banyak nama. Trash films, cult films, B films, dan sebagainya. Apapun itu namanya, kesemuanya dihubungkan oleh benang merah yang sama: produksi murah, kadang norak, dan pastinya santai dalam melanggar norma sosial maupun visual.

‘Eksploitasi’ yang dimaksud merujuk pada penekanan terhadap aspek-aspek sensasional, yang di Indonesia seringnya mewujud sebagai banjir darah dan air mata di layar. Memang film eksploitasi melintasi beragam genre, namun di Indonesia ia identik dengan film laga, horor, dan fantasi. Genre-genre ini yang dianggap sebagai jenis film yang dicari penonton. Oleh karenanya, aspek-aspek sensasional di dalamnya ‘dieksploitasi’ oleh perusahaan produksi dan pembuat film untuk menyita perhatian penonton.

Film-film eksploitasi mengisi peran ekonomi yang spesifik dalam ekosistem perfilman. Atas kemampuannya menyita perhatian penonton, film-film seperti ini seringkali ditempatkan sebagai tumpuan industri. Dalam sekian krisis yang telah dilalui perfilman Indonesia, film eksploitasi hampir selalu hadir sebagai garda terakhir roda ekonomi. Kualitas produksinya boleh jadi seadanya, kadang malah sengaja dibuat cepat supaya bisa mengisi jam tayang bioskop, yang harapannya bisa terus mendorong penjualan tiket, berapapun itu. Faktanya, dengan segala kesan negatif yang ditudingkan terhadapnya, film-film ini selalu punya publiknya sendiri. Dan tak sedikit di antaranya adalah pengikut setia.

Forum komunitas kali ini mengundang Ekky Imanjaya, akademisi film, yang meneliti tentang produksi, distribusi, dan eksibisi film eksploitasi di Indonesia selama Orde Suharto, dari 1979 hingga 1995. Selama periode yang sama, film-film ini dengan berbagai cara bahkan menemukan publik baru di luar Indonesia, yang pada

prosesnya menghadirkan sejumlah pertanyaan menarik tentang politik selera dan estetika.

Turut hadir pula Amer Bersaudara, sineas gen Z yang menggandrungi film-film eksploitasi Indonesia dari masa lampau hingga masa kini. Film-film pendeknya, dari Pocong Hiu Unleashed (2017), Goyang Kubur Mandi Darah (2018), hingga Kuburan Berjalan (2022), adalah surat cinta Azzam (salah satu dari Amer Bersaudara) terhadap tontonan kegemarannya.

Bersama, Ekky dan Amer Bersaudara akan berbagi bagaimana film eksploitasi menjadi katalog terbaik dan juga yang paling sensual atas segala paranoia yang membentuk kemanusiaan kita.

Kegiatan ini juga akan dilengkapi dengan peluncuran buku terbaru Ekky Imanjaya yang berjudul “The Real Guilty Pleasures: Menimbang Ulang Sinema Eksploitasi Transnasional Orde Baru” (working title), dan berlangsung secara offline di Kineforum TIM dengan kapasitas peserta terbatas.



Narasumber

Ekky Imanjaya
Azzam Fi Rullah (Amer Bersaudara)
Alzein Putra Merdeka (Amer Bersaudara)


Moderator

Ifan Ismail