Setelah sukses dengan acara pembukaannya, rangkaian Jakarta Film Week melanjutkan kemeriahan di hari kedua dengan berbagai programnya. Salah satunya Global Short Competition 1 yang memutar film Basri and Salma In a Never-ending Comedy.
Sebelumnya film Basri and Salma In a Never-ending Comedy berhasil masuk di Festival Film Cannes, Perancis, pada 16-27 Mei 2023. Hal tersebut merupakan sejarah baru bagi film pendek Indonesia, karena film Basri dan Salma ini merupakan film pendek pertama yang menembus Cannes. Namun tidak hanya itu, film ini juga berhasil mendapat perhatian yang cukup besar dari penikmat film Tanah Air.
Film yang disutradarai oleh Khozy Rizal ini bercerita tentang Basri (Arham Rizky Saputra), dan Salma (Rezky Chiki) yang merupakan pasangan suami istri yang telah menikah, dan belum memiliki anak. Pasangan ini bekerja di karnaval sebagai penjual jasa odong-odong yang merupakan wahana hiburan bagi anak-anak kecil. Di balik itu, mereka mendapat tekanan yang cukup besar dari keluarga untuk segera memiliki anak.
Film ini berusaha menyampaikan sudut pandang tentang bagaimana ekspektasi dan kultur patriarki, membentuk orang-orang menjadi tak berhati dan identik dengan kekerasan. Latar belakang sosial kultur tersebut dianggap terkait dengan realita pernikahan, terutama dengan yang terjadi di Indonesia.
Pada sesi tanya jawab setelah pemutaran film ini di Jakarta Film Week, Chiki yang merupakan pemeran Salma membenarkan hal tersebut. Ia memandang pernikahan lebih dari sekedar menjadi tujuan atau untuk memenuhi ekspektasi orang-orang. “Sebagian besar menganggap pernikahan adalah tujuan, tapi bagi yang realistis seperti Basri dan Salma, pernikahan adalah bagian dari proses. Proses bagaimana kita berkembang, dan untuk berkembang kita harus ada di wadah yang tepat untuk bertumbuh,” sampai Chiki.
Bicara kultur, tidak luput dibahas oleh Chiki mengenai budaya kumpul keluarga yang tidak jarang bernuansa seksis, “Misalnya ada acara religius sebagai wadah kumpul keluarga, tapi malah obrolan di dalamnya justru seksis dan cenderung menyudutkan perempuan serta peran perempuan dalam rumah tangga,” katanya.
Hal tersebut dibahas karena adegan yang sangat berkesan dalam film ini adalah adegan ketika Basri dan Salma berkumpul dengan keluarganya. Pada adegan tersebut terlihat betapa kentalnya budaya patriarki dan nuansa seksis pada keluarga mereka. Adegan yang sangat mungkin terjadi di banyak keluarga lainnya ketika berkumpul bersama.
Itulah sekiranya pesan dan kesan yang tersampaikan melalui film berbahasa Makassar ini. Odong-odong yang ada di film ini juga sebagai medium cerita yang secara visual menarik penonton untuk menyaksikan. Kemudian nilai-nilai yang relevan dengan masyarakat Indonesia dan penting untuk disampaikan. Serta latar belakang cerita, kru, pemain yang berangkat dari wilayah Makassar sebagai wilayah yang belum banyak diangkat ke dalam film, membuat Basri dan Salma menarik banyak perhatian sekaligus.
Sri Kisarah Husna | Nanda Hadiyanti