Onde Mande, Film yang Sukses Menyampaikan Keunikan Sebuah Kultur Lokal Sumatera Barat

Film Onde Mande

Salah satu film yang juga hadir untuk menghangatkan festival Jakarta Film Week 2023 adalah Onde Mande, sebuah karya sinematik memukau yang menghadirkan keindahan lokal dari budaya Minang. Film ini menghadirkan cerita yang menghantarkan penonton dalam suasana yang khusyuk untuk mengikuti intrik cerita yang terjalin. 

Cerita di balik Onde Mande

Film ini sendiri mengambil latar lokasi di desa nelayan yang terletak di salah satu pinggir danau Sumatera Barat dan mengisahkan tentang seorang mantan kepala sekolah tiba-tiba memenangkan hadiah besar dalam undian yang diadakan oleh perusahaan sabun.

Namun, ia meninggal sebelum dapat mengklaim hadiah tersebut sehingga para pemimpin desa membuat sebuah konspirasi untuk meyakinkan perusahaan sabun tersebut bahwa sang pemenang masih hidup. Onde Mande secara cerdas menggabungkan elemen komedi dengan refleksi mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan dan menciptakan momen yang sangat istimewa bagi para penonton, terutama yang merupakan anak rantau atau mereka yang telah lama hidup jauh dari kampung halaman, karena film ini berhasil menggugah rasa rindu dan nostalgia akan rumah dan kehangatan serta rasa erat dari hubungan warga di kampung. 

Paul Agusta, sutradara Onde Mande mengatakan bahwa sebelum judulnya terfiksasi menjadi Onde Mande, judul awalnya adalah Sayembara. Tindakan mengganti judul film ini dianggap sebagai pilihan yang tepat dan bijak karena Onde Mande sangat menggambarkan esensi budaya dari Sumatera Barat tanpa narasi yang rumit dan hal ini sejalan dengan misi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk mempopularitaskan tempat wisata dan kearifan lokal Indonesia melalui industri film. 

Ide dasar dari Onde Mande bersifat sedikit personal karena film ini semacam pemenuhan janji Paul terhadap ayahnya yang pernah berkata bahwa beliau berharap dapat menonton karyanya yang memiliki genre ringan yang dapat dinikmati oleh semua orang dan elemen personal tersebut juga ternyata tercantum dari bagaimana hampir semua nama karakter di film ini menggunakan nama-nama anggota keluarga Paul. Ia dan seluruh tim produksi Onde Mande juga berharap bahwa film ini dapat ditayangkan di banyak bioskop agar pesan yang disematkan dalam film dapat tersebar secara luas,

Dukungan dari para pemain

Para pemain yang hadir juga membagikan alasan mereka menerima tawaran untuk bermain dan mengambil peran dalam produksi ini. Jajang C. Noer menyatakan beliau langsung setuju untuk bergabung karena kedekatannya dengan Paul sudah terjalin dalam waktu yang lama, yaitu semenjak Paul masih seorang balita. Lain halnya dengan Jajang C. Noer, Ajil Ditto berkata bahwa ia ingin ikut dalam film ini karena darah Minang dari keluarganya dan ia senang dapat bekerja dengan seorang sutradara sehebat Paul. 

Emir Mahira yang berperan sebagai Anwar mengungkapkan bahwa film ini berbeda dengan semua proyek-proyek sebelumnya yang ia lakukan dan ia sangat menyukai family values yang terdapat dalam film ini. Ia selalu mencari proyek-proyek dimana passion dan kreativitas berperan besar dan film ini memenuhi syarat tersebut.

Kemudian Shenina Cinnamon menambahkan bahwa semua karakter dalam film ini memiliki peran penting dalam arti sejati dan hal itu membuatnya senang karena semua peran menjadi terlibat secara aktif. Ia juga membagikan kisah menarik saat proses produksi film dimana ia mendapat pengalaman belajar menggunakan sampan dalam waktu satu jam yang juga menjadi tantangan yang berkesan baginya.

Satu hal yang menarik adalah para pemain yang hadir bersama penonton saat itu ternyata memiliki darah Minang dan hal itu menciptakan ikatan kuat dengan latar belakang dan alur cerita Onde Mande. Mereka berharap film ini tidak hanya menjadi kisah yang menggugah hati, tetapi juga menjadi representasi kuat dari kekayaan dan nilai budaya yang melimpah di Sumatera Barat. 

Onde Mande dan tantangan pembuatan film

Tantangan terbesar dalam mewujudkan film ini, seperti yang dihadapi oleh banyak film makers lainnya adalah mencari dukungan finansial untuk proses produksi film. Banyak rumah produksi film cenderung enggan untuk mendukung film-film yang memiliki ciri khas lokal, terutama yang menggunakan bahasa daerah. Hal ini mungkin disebabkan oleh anggapan bahwa film dengan bahasa daerah memiliki daya tarik yang lebih sedikit dan potensial keuntungan yang lebih rendah.

Namun hal ini menjadi perhatian yang ingin ditingkatkan oleh Paul dan timnya, karena mereka memahami bahwa tren menonton film berbahasa asing dengan subtitle semakin berkembang di masyarakat, mereka berkomitmen untuk menciptakan sebuah film yang tidak hanya menggugah perasaan, tetapi juga mengatasi hambatan bahasa dengan cara yang bisa diakses oleh semua orang. Dengan tekad, film ini menjadi sebuah proyek yang mempromosikan dan memperkuat budaya lokal, sambil tetap relevan dalam pasar dan industri perfilman dalam tingkat global.  

Prestasi yang ditoreh oleh Onde Mande tercermin melalui dua nominasi dalam Festival Film Indonesia (FFI). nominasi-nominasi tersebut menjadi bukti bahwa film ini berhasil meraih pengakuan dan apresiasi dalam kancah perfilman Indonesia. Ini adalah pencapaian yang sangat luar biasa dan menjadi motivasi bagi film makers Indonesia untuk terus berkarya dalam menghadirkan karya-karya yang penuh makna.

Cut Fatimatuzzahra | Nanda Hadiyanti