Membahas Film Eksploitasi Bersama Ekky Imanjaya dan Amer Bersaudara

Jakarta Film Week 2022 mengadakan Community Talks sebagai ruang bagi komunitas film untuk bertukar pengetahuan dengan para ahli. Community Talks yang diadakan siang itu di Kineforum, Taman Ismail Marzuki bertajuk “Darah, Air Mata, dan Kursi Bioskop Berdebu: Film Eksploitasi di Indonesia” yang dilaksanakan bersamaan dengan peluncuran buku karya Ekky Imanjaya yang berjudul “The Real Guilty Pleasures: Menimbangulang Sinema Eksploitasi Transnasional Orde Baru.”

Perbincangan salah satu acara di Jakarta Film Week 2022 ini dimoderasi oleh Ifan Ismail, seorang penulis skenario yang telah menyabet berbagai penghargaan atas karyanya. Ekky Imanjaya, sebagai akademisi bidang perfilman, memulai pembahasan hari itu dengan pengertian film eksploitasi. Film eksploitasi merupakan istilah film kelas B yang kental dengan adegan seks, sadistis, hingga penyalahgunaan narkoba.

Film kelas B sendiri dimaksudkan pada film-film dengan budget yang kecil dan estetika seadanya sehingga banyak yang menyebutnya trashy movies (film sampah). Film-film ini bermunculan pada masa Orde Baru ketika ada keharusan bagi distributor film untuk membuat lima film jika ingin mengimpor satu film.

Selain itu, film yang dibuat harus bertemakan budaya dan mengandung pesan moral. Justru, para pembuat film Indonesia lebih sering membuat film kelas B yang ternyata disambut dengan baik oleh penikmat film dalam negeri maupun luar negeri.

Beliau merasa bahwa film-film kelas B ini tidak pernah dibahas majalah maupun akademisi, kajiannya pun belum ada. Karena itu, beliau melakukan riset dan menulis buku mengenai film eksploitasi. Beliau mengatakan bahwa kebijakan Orde Baru yang telah melahirkan film-film picisan ini, namun film-film ini seakan tidak dianggap dalam sejarah perfilman Indonesia. “Sejarah film harus dirombak dengan memasukkan film-film sampah ini,” tambahnya.

Amer Bersaudara yang terdiri dari Azzam Fi Rullah (Azzam) dan Alzein Putra Merdeka (Deka) merupakan duo sutradara yang telah menghasilkan berbagai karya film kelas B yang sudah menghimpun banyak penggemar. Pada kesempatan ini, mereka berdua berbagi cerita mengenai awal mula mereka tertarik dengan film-film kelas B yang ditonton di saluran TV swasta saat mereka masih kecil. Kecintaan mereka akan film-film ini pun menetaskan Kolong Sinema, sebuah rumah produksi yang digagas bersama.

Mereka bercerita pada tahun 2018 banyak festival film yang diadakan universitas yang mengundang mereka dengan mengatasnamakan keberagaman sinema. Mereka juga mengungkapkan rasa haru saat ada mahasiswa yang membuat film kelas B karena terinspirasi film-film yang dibuat Kolong Sinema.

 

Zita Maria | Nanda Hadiyanti